Dunia Sravaka (Syomon)
Sravaka berarti mendengar suara atau ajaran Sang Tathagata. Dalam ajaran Hinayana, Sravaka adalah orang yang bertujuan memusnahkan jiwa raga sendiri agar dapat memperoleh kesadaran tentang teori kesunyataan. Pada kehidupan sekarang, Sravaka berarti keadaan jiwa yang gembira karena dengan membaca, berpikir, dan belajar, bisa memperluas pandangan hidup sendiri, masyarakat, maupun alam semesta.
Orang dari Dunia Sravaka memiliki pengetahuan terhadap suatu hal dari satu sisi secara mendalam. Namun tanpa memahami sisi lainnya. Walaupun begitu, orang dari dunia Sravaka merasa telah mengetahui seluruhnya. Oleh karena itu, dia menjadi sombong dan sok tahu.
Orang ini belum mencapai kesadaran Buddha tapi merasa telah mencapainya. Oleh karena itu, Buddha Sakyamuni tidak menyenangi orang yang dasar dunianya Sravaka. Bahkan dalam ajaran sebelum Sadharmapundarika-Sutra, orang Dunia Sravaka tidak diijinkan mencapai kesadaran Buddha.
Kegembiraan Sravaka ini berbeda dengan kegembiraan Dunia Surga. Dalam Dunia Sravaka ini terdapat kegembiraan dan kesadaran yang berkesinambungan. Kegembiraan itu muncul karena perasaan jiwa yang muncul ketika membaca buku dan sebagainya. Bisa juga dikatakan sebagai kesadaran dari sarjana dan cendikiawan. Namun bagaimanapun juga, kesadaran dari Sravaka masih merupakan pandangan sebagian.
Jika tidak menyadari hal ini, lalu menganggap pandangan sebagian itu sebagai pandangan yang menyeluruh, maka akan menjadi sebab dari penderitaan yang besar.
Penderitaan dan kesesatan dari orang yang berada dalam suasana jiwa Enam Dunia adalah harus menghadapi keadaan menderita, gembira, marah, sedih, maupun senang. Oleh karena itu orang tersebut harus menilai, mempertimbangkan, dan mengambil tindakan. Sedangkan manusia dari Empat Dunia Suci (Sravaka, Pratekyabuddha, Bodhisatva, dan Buddha) berupaya menerobos batasan tersebut, agar suasana jiwanya lebih maju dan memperoleh kesadaran.
Perbedaan ini menjelaskan makna mendalam yang membedakan antara Empat Dunia Suci dengan Enam Dunia.
Sravaka dalam aksara kanji berarti “mendengar suara” Maksudnya mendengar suara ajaran Buddha, sehingga memperoleh kesadaran. Kesadaran ini berbeda dengan kesadaran dari Dunia Pratekyabuddha yang diperoleh dengan mandiri.
Mengenai suasana jiwa Dunia Sravaka, Nichiren Daishonin membabarkan dalam Kanjin no Honzon sebagai, “Kefanaan hidup yang terdapat di depan mata dari dunia Manusia tidak terdapat dalam Dwiyana.” (Gosyo hlm. 241).
Maksudnya adalah suasana jiwa yang menyadari bahwa semua hal di dunia ini dan fenomena dalam masyarakat tidak kekal. Sering berubah-ubah, sehingga tidak ada apapun yang bersifat tetap. Manusia menderita karena jiwanya terikat pada keinginan untuk tidak ada perubahan. Inilah yang menjadi sumber kesesatan dari Enam Dunia.
Suasana jiwa Dunia Sravaka dapat dikatakan terlepas dari kesesatan pandangan dan pikiran (karena keserakahan, kemarahan, kebodohan, kesombongan dan keragu-raguan) sehingga termasuk suasana jiwa yang tinggi.
Ciri khas Dunia Sravaka adalah dapat terbebas dari kesesatan pandangan dan pikiran yang merupakan sisi gelap jiwa manusia. Juga memiliki sinar prajna untuk mengembangkan diri sendiri. Oleh karena itu, manusia Dunia Sravaka dapat menyadari kesesatan Enam Dunia, memiliki inisiatif untuk mengembangkkan diri dan terbuka dalam mengungkapkan keadaan jiwanya.
Ketika membabarkan ajaran Mahayana, Sang Buddha dengan keras mengecam para muridNya yang berada di Dunia Sravaka. Salah satunya adalah karena Sravaka merasa dirinya hebat dan sombong. Padahal mereka masih berada dalam kesadaran yang rendah. Mereka merasa puas dengan kesadaran dirinya, namun sangat mementingkan dirinya sendiri sehingga tidak ada keinginan untuk menyelamatkan orang lain.
Sekalipun melaksanakan pertapaan jalan Buddha dan dapat melepaskan diri dari kesesatan pokok hawa nafsu, namun bertujuan untuk kepentingan diri sendiri dan tidak membabarkannya kepada orang lain. Oleh karena itu dikatakan masih merupakan kesadaran yang rendah. Apalagi mereka menjadi sombong dan merendahkan orang lain. Sikap yang tidak sesuai dengan makna pokok ajaran Buddha.
Dalam “Surat Perihal Tiga Kebajikan Majikan, Guru, dan Ayah bunda” dibabarkan, “Sekalipun batu yang pecah dapat disatukan kembali dan pohon yang kering dapat berbunga kembali, namun Dwiyana (Sravaka dan Pratekyabuddha) tidak dapat mencapai kesadaran Buddha.” (Gosyo hlm. 386). Demikian Sang Buddha mengecam Dwiyana.
Dasar pokok dari ajaran Buddha adalah dengan maha maitri karuna, menyelamatkan seluruh manusia sehingga mencapai kabahagiaan mutlak. Oleh karena itu, Sang Buddha mengecam kaum Sravaka yang tidak memiliki sikap ingin membahagiakan orang lain.
Mengenai hal ini dalam Sutra Prajna Paramita, Sutra Avatamsaka, dan lainnya dari ajaran semi Mahayana, Sang Buddha mengecam Sravaka dengan keras. Akan tetapi dalam Sadharmapundarika-Sutra, mereka diijinkan untuk mencapai kesadaran Buddha.
Dalam Sadharmapundarika-Sutra dikatakan bahwa Sravaka bukan hanya “mendengar ajaran Buddha”. Mereka bahkan dapat membuat orang lain “mendengar ajaran Buddha” sehingga dapat menjadi Sravaka yang sesungguhnya.
Dalam ruang lingkup yang lebih luas, yang dikatakan sebagai gerakan dari Sravaka adalah jika seseorang dapat menyadari berbagai fenomena yang ada dalam masyarakat sebagai kefanaan, lalu mendapat sebagian kesadaran.
Dengan sinar Sadharma barulah Dunia Sravaka dapat disadarkan sehingga dapat menyadari gerakan jiwa dan alam semesta.
Selanjutnya dunia ke delapan dari Sepuluh Dunia : Dunia Pratyekabuddha
Orang ini belum mencapai kesadaran Buddha tapi merasa telah mencapainya. Oleh karena itu, Buddha Sakyamuni tidak menyenangi orang yang dasar dunianya Sravaka. Bahkan dalam ajaran sebelum Sadharmapundarika-Sutra, orang Dunia Sravaka tidak diijinkan mencapai kesadaran Buddha.
Kegembiraan Sravaka ini berbeda dengan kegembiraan Dunia Surga. Dalam Dunia Sravaka ini terdapat kegembiraan dan kesadaran yang berkesinambungan. Kegembiraan itu muncul karena perasaan jiwa yang muncul ketika membaca buku dan sebagainya. Bisa juga dikatakan sebagai kesadaran dari sarjana dan cendikiawan. Namun bagaimanapun juga, kesadaran dari Sravaka masih merupakan pandangan sebagian.
Jika tidak menyadari hal ini, lalu menganggap pandangan sebagian itu sebagai pandangan yang menyeluruh, maka akan menjadi sebab dari penderitaan yang besar.
Penderitaan dan kesesatan dari orang yang berada dalam suasana jiwa Enam Dunia adalah harus menghadapi keadaan menderita, gembira, marah, sedih, maupun senang. Oleh karena itu orang tersebut harus menilai, mempertimbangkan, dan mengambil tindakan. Sedangkan manusia dari Empat Dunia Suci (Sravaka, Pratekyabuddha, Bodhisatva, dan Buddha) berupaya menerobos batasan tersebut, agar suasana jiwanya lebih maju dan memperoleh kesadaran.
Perbedaan ini menjelaskan makna mendalam yang membedakan antara Empat Dunia Suci dengan Enam Dunia.
Sravaka dalam aksara kanji berarti “mendengar suara” Maksudnya mendengar suara ajaran Buddha, sehingga memperoleh kesadaran. Kesadaran ini berbeda dengan kesadaran dari Dunia Pratekyabuddha yang diperoleh dengan mandiri.
Mengenai suasana jiwa Dunia Sravaka, Nichiren Daishonin membabarkan dalam Kanjin no Honzon sebagai, “Kefanaan hidup yang terdapat di depan mata dari dunia Manusia tidak terdapat dalam Dwiyana.” (Gosyo hlm. 241).
Maksudnya adalah suasana jiwa yang menyadari bahwa semua hal di dunia ini dan fenomena dalam masyarakat tidak kekal. Sering berubah-ubah, sehingga tidak ada apapun yang bersifat tetap. Manusia menderita karena jiwanya terikat pada keinginan untuk tidak ada perubahan. Inilah yang menjadi sumber kesesatan dari Enam Dunia.
Suasana jiwa Dunia Sravaka dapat dikatakan terlepas dari kesesatan pandangan dan pikiran (karena keserakahan, kemarahan, kebodohan, kesombongan dan keragu-raguan) sehingga termasuk suasana jiwa yang tinggi.
Ciri khas Dunia Sravaka adalah dapat terbebas dari kesesatan pandangan dan pikiran yang merupakan sisi gelap jiwa manusia. Juga memiliki sinar prajna untuk mengembangkan diri sendiri. Oleh karena itu, manusia Dunia Sravaka dapat menyadari kesesatan Enam Dunia, memiliki inisiatif untuk mengembangkkan diri dan terbuka dalam mengungkapkan keadaan jiwanya.
Ketika membabarkan ajaran Mahayana, Sang Buddha dengan keras mengecam para muridNya yang berada di Dunia Sravaka. Salah satunya adalah karena Sravaka merasa dirinya hebat dan sombong. Padahal mereka masih berada dalam kesadaran yang rendah. Mereka merasa puas dengan kesadaran dirinya, namun sangat mementingkan dirinya sendiri sehingga tidak ada keinginan untuk menyelamatkan orang lain.
Sekalipun melaksanakan pertapaan jalan Buddha dan dapat melepaskan diri dari kesesatan pokok hawa nafsu, namun bertujuan untuk kepentingan diri sendiri dan tidak membabarkannya kepada orang lain. Oleh karena itu dikatakan masih merupakan kesadaran yang rendah. Apalagi mereka menjadi sombong dan merendahkan orang lain. Sikap yang tidak sesuai dengan makna pokok ajaran Buddha.
Dalam “Surat Perihal Tiga Kebajikan Majikan, Guru, dan Ayah bunda” dibabarkan, “Sekalipun batu yang pecah dapat disatukan kembali dan pohon yang kering dapat berbunga kembali, namun Dwiyana (Sravaka dan Pratekyabuddha) tidak dapat mencapai kesadaran Buddha.” (Gosyo hlm. 386). Demikian Sang Buddha mengecam Dwiyana.
Dasar pokok dari ajaran Buddha adalah dengan maha maitri karuna, menyelamatkan seluruh manusia sehingga mencapai kabahagiaan mutlak. Oleh karena itu, Sang Buddha mengecam kaum Sravaka yang tidak memiliki sikap ingin membahagiakan orang lain.
Mengenai hal ini dalam Sutra Prajna Paramita, Sutra Avatamsaka, dan lainnya dari ajaran semi Mahayana, Sang Buddha mengecam Sravaka dengan keras. Akan tetapi dalam Sadharmapundarika-Sutra, mereka diijinkan untuk mencapai kesadaran Buddha.
Dalam Sadharmapundarika-Sutra dikatakan bahwa Sravaka bukan hanya “mendengar ajaran Buddha”. Mereka bahkan dapat membuat orang lain “mendengar ajaran Buddha” sehingga dapat menjadi Sravaka yang sesungguhnya.
Dalam ruang lingkup yang lebih luas, yang dikatakan sebagai gerakan dari Sravaka adalah jika seseorang dapat menyadari berbagai fenomena yang ada dalam masyarakat sebagai kefanaan, lalu mendapat sebagian kesadaran.
Dengan sinar Sadharma barulah Dunia Sravaka dapat disadarkan sehingga dapat menyadari gerakan jiwa dan alam semesta.
Selanjutnya dunia ke delapan dari Sepuluh Dunia : Dunia Pratyekabuddha
Posting Komentar untuk "Dunia Sravaka (Syomon)"